Masyarakat nelayan di desa Lamalera, mempunyai tradisi berburu paus yang telah diturunkan bertahun-tahun oleh nenek moyang mereka. Tidak sembarang paus yang mereka buru, hanya paus yang sudah bau tanah saja yang mereka buru. Jika mereka menemukan paus muda, masyarakat nelayan di desa ini akan mengembalikannya ke maritim lepas. Mereka pun bersepakat secara moral bahwa dalam setahun, dihentikan lebih dari 15 paus yang mereka buru. Dengan demikian, mereka tetap menjaga biar paus tidak punah.
Untuk berburu paus, para nelayan melaksanakan pemantauan dari bibir pantai dan dari atas bukit. Ada beberapa orang yang senantiasa berada di bukit itu untuk memantau, sambil melaksanakan acara lainnya ibarat memperbaiki jala, menganyam atap bahtera dari daun lontar, memasak, atau membaca buku. Jika mereka melihat paus, mereka akan berteriak “baleo” yang berarti paus. Teriakan itu, menciptakan para nelayan yang berada di bibir pantai segera bersiap melaut. Mereka akan mengirimkan sebuah bahtera untuk mengamati jenis dan umur paus. Jika mereka melihat paus itu layak ditangkap, mereka akan akan memanggil perahu-perahu lain untuk mendekat.
Daging dan minyak paus yang berhasil ditangkap kemudian akan dibagi ke seluruh warga desa. Pembagian diutamakan bagi janda dan yatim piatu, gres kemudian kepada penangkap paus, pemilik perahu, kemudian kepada masyarakat lainnya. Daging dan ikan paus ini sanggup ditukar dengan jagung, umbi-umbian, buah-buahan, dan sayuran dari masyarakat pegunungan. Kegiatan tukar barang ini dilakukan di Pasar Wulandoni, sekitar 3 km dari Lamalera.
- Desa Lamalera salah satu desa nelayan tradisional.
- Mereka tetap menjaga biar paus tidak punah.
- Nelayan melaksanakan pemantauan dari bibir pantai dan dari atas bukit.
- Daging dan minyak dibagikan ke seluruh warga desa.